Selasa, 21 April 2009

DIPENJARA DEMI LEWOTANA

Orang mendengar kata penjara akan langsung berpikir bahwa orang yang berada di dalam penjara adalah para penjahat. Untuk menghindari menjadi penghuni "Hotel Prodeo" ini setiap orang akan berusaha dengan berbagai cara walaupun ia telah melakukan suatu tindkakan kejahatan. Akan tetapi tidak semua orang yang berada di dalam penjara itu adalah orang-orang yang telah melakukan suatu tindakan kejahatan. Tetapi ada yang berada di dalam penjara karena berjuang untuk kepentingan orang banyak, seperti keadilan, kebenaran, kemerdekaan, dll.

Bagi suku Kebelen Kelen khususnya dan suku-suku lain di Lewoingu yang mengetahui sejarah perjalanan hidup masyarakat dalam membela kebenaran, keadilan, dan batas wilayahnya, pasti mendengar ceritra tentang orang-orang Eputobi yang dipenjarakan di Ende. Para pemuda Lewoingu yang dipenjarakan di Ende antara lain nama Dalu Sani Kebelen Kelen, bersama saudaranya Sare Sani Kebelen Kelen, bersama rekan mereka yang lain (semuanya sudah alm.) dan yang masih hidup dengan sehat adalah Bpk.Frans Sepulo Beoang. Mereka menjalankan hukuman tersebut bukanya sebagai penjahat lewotana, mereka adalah pejuang kebenaran dan keadilan Lewwoingu yang kita cintai. Bagaimana dengan generasi Lewoingu sekarang??

Keturunan Gresituli, dalam hal membela kebenaran dan keadilan tidak takut dengan penjara, alias Hotel Prodeo. Semestinya bagi generasi yang merasa dirinya keturunan Gresituli harus menentramkan lewotana, bersama saudara-saudara yang lain. Kalau yang menimbulkan ketidak tentraman lewotana, dia itu bukan keturunan Gresituli. Generasi Gresituli terus merenung apa yang terbaik buat lewotana, setiap tetes darah keturunan Gresituli yang tumpah di tanah Lewoingu adalah membela kebenaran. Kebenaran dan keadilan terus didengungkan oleh nenek moyang secara turun temurun lewat ceritra lisan, apa yang didengar pasti dilaksanakan. Genrasi Gresitulis perlu merenung jangan sampai terprovokasi atau hasutan pihak yang tidaka bertanggung jawab. Merenunglah hai saudara-saudara keturunan Gresituli.

Paparan awal di atas mendorong kita generasi keturunan Gresituli merenung mengapa sampai terjadi peristiwa "Blou" yang merenggut jawa salah seorang keturunan Gresituli. Darahnya tumpah bukannya ia seorang penjahat, ia bukannya seorang pembunuh berdarahah dingin, IA ADALAH SALAH SEORANG PEJUANG KEBENARAN DAN KEADILAN DI LEWOINGU. Berjuang sesuatu yang baik pasti ada tantangan, tantangan itu biasanya datang dari pihak-pihak yang tidak mau boroknya diketahui oleh masyarakat luas. Mengobati 'borok" bukannya mencari dokter dengan mendapat obat penyembuhan, tetapi, obat kedengkian yang diperoleh, dengan obat ini akan lebih mampu mengobati borok dalam bentuk kekerasan. Begitulaha para pelaku pembunuhan terhadap salah seorang keturunan Gresituli. Apakah darah keturunana Gresituli yang telah tumpah itu berdiam diri??? TIDAK! Darah pejuang terus berkobar mencari dan menuntut keadilan. Keadilan akan ditegakkan, karena ia adalah pejuang keadilan dan kebenaran.

Di samping sikap terpapar di atas, keturunan Gresituli juga memiliki sikap lapang dada mengatakan yang benar dan memang itu benar dan mengatakan salah bila itu salah. Orang yang bersalah dan menyatakan bersalah tidak seterusnya adalah orang yang tidak baik. Akan tetapi tidak ada keberanian mengatakan kesalahan, lantaran takut menjadi penguni "Hotel Prodeo". Sekarang kita bersalah, sebagai manusia akan berusaha memperbaiki diri melalui suatu pengendalian diri, Sejarah lewotana sudah menunjukkan bahwa siapa yang bertindak tidak sesuai dengan tatanan masyarakat lewoingu, ia harus dikucilkan keluar dari lewoingu. Konon ada ceritra bahwa Gresituli mengusir salah seorang pemegang ilmu hitam (menakang da pe lewo taana). Mengapa?? Gresituli tidak mau masyarakat yang dibangunnya menjadi rusah karena ulah seseorang yang tidak bertanggung jawab. Apakah sikap Gresituli di atas dapat diteladani oleh keturunannya?? Suatu pertanyaan dan menjadi PR buat semua keturunan Gresituli.

Rabu, 15 April 2009

Selasa, 14 April 2009

Suku Kebelen Kelen Tercemar

Suku Kebelen Kelen adalah salah satu suku keturunan Gresituli. Suku ini juga diberikan kekuasaan untuk belo howe, sebagai kebelen di wilayah kiwang wolo rae. Keturunan Gresituli yang satu ini juga diserahi tugas sebagai pemegang "rie lima wanang" di koke Lewerang. Status kebelen yang diperoleh karena keturunan, tidak dipungkiri oleh semua masyarakat yang berada di Lewoingu dan sekitarnya. Keturnan Gresituli yang satu ini juga mempunyai hubungan saudara dengan suku Lewolein, Doweng Oneng, dan Ata Maran, fakta ini tidak dipungkiri oleh setiap keluarga besar keturunan Gresituli. Namun demikian, hubungan kekeluargaan itu bisa hancur karena sikap atau ulah dari suku lain terhadap saudaranya. Selama perjalanan sejarah Lewoingu, memang ada riak-riak ketidak cocokan, rumlah, sebagai kaka aring pasti ada beda pendapat, namun bisa diselesaikan secara damai pula di dalam keluarga, memang nenek moyangnya telah mengajar sikap persaudaraan, mau mendengar orang lain.
Hubungan kekeluargaan dari keturunan Gresitulis berjalan seiring dengan perjalanan sejarah kehidupan masyarakat Lewoingu. Dalam perjalanan sejarah suku Kebelen Kelen selalu ada batu sandungan yang hrus dilalui dengan berbagai upaya, tentunya rasa malu terus melekat di wajah suku Kebelen Kelen. Permasalahan yang membuat rasa malu itu bukannya datang dari suku-suku lain, akan tetapi karena ulang dari suku Kebelen Kelen sendiri. Bertolak dari pemikiran ini, mari saudara-saudaraku yang memiliki label di belakang namanya "Kebelen Kelen" atau hanya "Kelen" saja melihat perjalanan sejarah gelap kita.
1. Coba saudara-saudaraku mencari informasi tentang Bpk. Nasa, yang melakukan pelanggaran adat, akibatnya keturunan beliau menderita terus, penderitaan yang dialami keturunannya bermacam-macam. Maaf saya harus membuka mulut dan pasti suku lain juga tahu dengan jelas, tapi mereka berdiam diri. Perbuatan Bpk. Nasa tersebut tidak dapat diampuni walaupun secara adat telah dilakukan, tapi hasilnya nihil (kosong). Keturunan sudah sampai lapis ke berapa, namun masih menanggung dosa bapak/neneknya silakan tanyakan kepada bapak suku yang ada di Lewotana.
2. Usaha pemulihan atau pembersihan keturunan suku Kebelen Kelen yang dilakukan oleh Bpk.Pehang Boli di Riang, agar "mekong milang" ra rete pana, dan a yang ereng terus diwariskan ke generasi suku Kebelen Kelen. Usaha ini dilakukan Bpk.Pehang Boli dan Ema Gute Kumanireng, sewaktu saya masih duduk di bangku SMA, dan salah satu generasi termuda mengikuti acara adat itu adalah "Go", keturunan lain tidak ada. Pada upacara adat itu Bpk.Pehang Boli menceritrakan sejarah suku Kebelen Kelen, yang tidak lepas dari suku-suku keturunan Gresituli yang lain. Namun hanya satu pesan almarhum, hati-hati, eka mio tutu porang. Kata eka mio tutu porang mengandung arti yang luas sekali, silakan saudara-saudaraku tanyakan pada bapak suku yang masih hidup.
3. Perjalanan hidup, tidak lepas dari persaingan dan kedengkian antar pribadi. Sekitar tahun "70-an" terjadi peristiwa pembunuhan di Riang Duli oleh keluarga Kelen yaitu Bosu KebaKelen bersama keluarganya melakukan tindakan kriminal, membunuh salah satu keluarga suku Lewolein yang juga merupakan keturunan Gresituli. Peristiwa ini bagi kebanyakan generasi suku Kebelen Kelen adalah peristiwa kriminal biasa, tanpa meninjau lebih jauh ke belakang sejarah dari keluarga pembunuh ini. Tindakan yang dilakukan oleh Keluarga Bosu Keba Kelen bersama saudaranya Bei, merupakan suatu pukulan berat terhadap suku Kebelen Kelen, perbuatan ini tidak terasa oleh generasi Kebelen Kelen bahwa secara perlahan mulai ditinggalkan dan tidak dipercayai lagi oleh masyarakat Lewoingu. Ketidak percayaan ini dapat diketahui dari ucapakan beberapa orang suku lain, " a kebelen cuma mio hena"? kame kebelen hala? Ucapan ini ditangkap oleh generasi suku Kebelen Kelen sebagai perampokan hak, tanpa memaknai lebih dalam ucapan itu. Mereka mengucapkan itu karena melihat tindakan kita sebagai Kebelen tidak mencerminkan perilaku Kebelen di Lewotana.
4. Peristiwa tersebut di atas diakhiri dengan penghukuman terhadap pelakul dan para pelaku pembunuhan juga tidak kembali lagi ke kampung halaman, entah kemana rimbanya tidak jelas, ada yang telah meninggal dunia. Perbuatan ini kemudian dilakukan lagi oleh keturunan dari keluarga Kelen yang ini, akhirnya saya berpikir terus, mereka ini betul-betul keturunan Gresituli atau Kelen dari mana? Jadinya tidak jelas, membuat malu bagi suku Kebelen Kelen. Peristiwa "Blou" mengakibat ari Yoakim Maran menghembuskan nafas terakhirnya, si pelakunya adalah sdr.Kades Ledwoingu beserta premang-premang kampung lainnya. Maaf, bukan langsung menuduh, namun praduga tak bersalah. Padahal setiap darah yang cucur ke bumi Lewoingu dari keturunan Gresituli memiliki makna mempertahankan dan memperjuangan keadilan, membela batas wilayah. Ingat bapak saya Dalu Sani, Sare Sani (semuanya sudah almarhum) sampai dipenjarakan di Ende, cuma membela Lewotana, mengapa generasai Kelen lain melakukan tindakan yang mencemarkan suku Kebelen Kelen. Coba tanyakan sikap bapak saya Dalu Sani(alm) sampai dipenjarakan di Ende kepada Bpk.Frans Sepulo Beoang yang masih hidup dan kuat, saksi sejarah Lewotana. Kalian di Lewotana jangan busung dada ke sana kemari, namun bapak, nenek moyang kamu tidak jelas, dan tidak pernah berjuang untuk Lewotana .Go, koda piing, Lewotana yang bela mati-matian adalah bapak goeng, nenek moyang goeng, ata gehang amung hena. Go bangga kepada bapak goeng, semestinya masyarakat Lewoingu memberikan penghargaan kepada mereka, dan penghargaan kepada Bpk.Frans Sepulo Beoang yang masih hidup, rasa terima kasih kita kepada mereka. Beranikah masyarakat Lewoingu melakukan apa yang kami kemukakan di atas, jangan pengecut dong.
Saudara-saudaraku suku Kebelen Kelen kelihatan kalian belum menentukan sikap yang tegas atas peristiwa "Blou" , ini berarti apakah mendukung sdr.kades Lewoingu? Apa yang saya katakan ini dengan alasan bahwa, sdr.kades masih satu suku, domisili kades di sekitarnya, dan masih tetanggan, perasaan tidak baik kalau tidak mendukung pejuang hak-hak kejahatan. Tulisan saya ini sebagai rasa protes pribadi kepada salah satu saudaraku yang terindikasi sebagai pembunuh ari Yoakim Maran, seandainya saya di kampung Eputobi, saya mengumpul kan saudara2 Kebelen Kelen lainnya mengadakan demo untuk menurunkan kades, mengadakan demo di Polres FloresTimur untuk menuntut segera menuntaskan kasus "Blou" dan pembunuhnya yang telah terindikasi dan telah ditahan segera ditangkap dan dihukum.
Mengapa ada orang yg sok intelek di Lewotana mengadakan demo untuk mendukung kades Lewoingu. Kasihan, jangan membodohkan masyarakat lewotana. Lebih baik berpikir secara jernih, dan berkepala dingin, membantu pelaku-pelaku yg terindikasi tersebut untuk menyadarkan diri dan menyerahkan diri kepada aparat Kepolisian. Bukan ini merupakan suatu tindakan yg terpuji.

Jangan Mencari Kambing Hitam

Kebiasaan manusia pada umumnya setelah melakukan sesuatu yang salah atau bertentangan dengan keadaan masyarakat biasanya mencari kambing hitam. Kalau mencari kambing putih biasanya sulit karena akan kelihat boroknya. Kambing hitam memang warnanya hitam yang melambangkan kegelapan, artinya pelaku perbuatan itu berada dalam kegelapan. Kondisi demikian sedang dialami oleh saudaraku kades Lewoingu.
Mengapa harus mencari kambing hitam? Pertanyaan ini biasanya muncul apabila melihat pelaku berpura-pura membantu pihak yg berwajib mencari pelaku kejahatan sebenarnya, padahal yang berbicara itu adalah pelakunya. Maaf ini bukan langsung memfonis saudaraku kades Lewoingu, hanya suatu teguran keras dari perantauan. Mengapa, saudaramu di perantauan menegur anda secara keras? Teguran ini pasti ada dasarnya, dan kami juga tidak memberikan dasar yang dimaksud, silakan saudaraku kades merenung dalam dirimu sendiri.
Setelah merenung, saudara kades akan mendapatkan jawaban mengapa harus mencari"si kambing hitam" pada diri kita sendiri adalah" si kambingnya" Mohon maaf, kata yg kami gunakan bukan utk melecehkan saudaraku, tapi istilah umum yg biasa digunakan, di sini hanya memperluas maknanya sehingga kita dapat menerima suatu kenyataan hidup dengan lapang dada.
1. Selama ini, muncul berbagai berita tentang diri saudaraku kades, dan kami tidak habis berpikir mengapa saudara tidak mengambil suatu tindakan hukum atas pemberitaan itu. Di samping itu, saudaraku telah ditahan bersama dengan rekan-rekan seperjuang hak kejahatan, mengapa tidak menuntut kembali Polres Flores Timur? Ada apa??? Apakah anda takut? Negara kita adalah negara hukum, mengapa membiarkan diri saudara dibegitukan? Pertanyaan-pertanyaan ini sampai dengan saat ini belum ada yang berani secara tegas dan keras menyampaikan kepada saudaraku, karena merasa takut, atau akan dinilai menjadi blok kutub Barat, karena dunia ini sudah terbail termasuk desa Eputobi, kutub dunianya menjadi kutub Timur dan kutub Barat.
2. Kasus penahanan saudara bersama dengan rekan-rekan seperjuangan hak kejahatan adalah informasi dari sdr.Pite Koten. Kalau memang dalam proses pemeriksaan ternyataan saudara memang tidak bersalah, mengapa saudara tidak menuntut kembali kepada sdr.Pite Koten yang telah mencemarkan nama baik aparat desa, bagaimanapun jabatan masih tetap melekat pada diri saudara, walaupun utk beberapa saat dinonaktifkan, dan diaktifkan kembali yang menuai protes dan sikap apatis terhadap saudara. Mengapa sdr.Pite Koten dilindungi, saudara bersama dengan rekan-rekan seperjuangan hak kejahatan mencari memulai petualangan mencari "si kambing hitam". Coba carilah "si kambing putih" yang melambangkan kebersihan hati kita, tindakan kita.
3.Saudaraku kades, berhati-hatilah dengan anjing-anjing di samping saudara. Anjing memang seekor binatang yang membantu manusia, tapi juga seekor binatang yang mematikan. Jangan saudara memelihara anjing-anjing yang terus bergonggong ke sana kemari tidak ada yang jelas, setan, pencuri, atau penjahan? Dia menggonggong terus karena penjahatnya masih berada di sekitarnya, bukankah begitu? Maaf ini hanya membantu saudara keluar dari kemelut pribadi, cepat atau lambat perbuatan kita pasti terlihat oleh banyak orang.
4.Kalau memang saudara tidak melakukan kejahatan/pembunuhan terhadap adik Yoakim, tunjungan sikap kejujuran saudara, Lewotana sudah mengajar kita bersikap jujur dan lapang dada. Memang saudara bukan pelakunya, silakang memanggil tua-tua adat, baik dari Kebelen Kelen itu sendiri, Ata Maran (sebagai pihak yang menderita perbuatan kejahatan), Lewolein, Doweng Oneng, Kumanireng, Ama Tukan, dll. di lewotana untuk mengadakan sumpah di Lewooking yang nantinya disaksikan pula oleh pastor-pastor. Kalau di Jawa apabila orang dituduh melakukan suatu kejahatan tetapi pelakunya tetap mengatakan bahwa dia bukan pelakunya, ia berani memanggil para kiai-kiai mengadakan sumpah "Pocong". Dari apa yang saudaramu di perantauan mengemukakan di atas, bersediakah saudara untuk melakukan sumpah di Lewooking? Mari tunjukkan kejanttanan kita, jangan bersikap membusungkan dada ke sana kemari yang tidak ada gunanya.
5. Setelah saudaraku merenung dengan kepala dingin di kaki Salib di Lewohari, memperoleh wangsit bahwa saudara adalah pembunuh adik Yoakim Ata Maram, dengan secara jantan pula tampil di lewotana meminta maaf kepada keluarga korban, mengapa takut? Lakukan permintaan maaf di Lewooking sebagai tempat bersejarah di masa lalu leluhur kita membangun suatu masyarakat yang kemudian dinamai Lewoingu. Setelah saudara meminta maaf terhadap keluarga korban yang disaksikan oleh seluruh masyarakat Lewoingu, pastor-pastor, adik dengan jantan pula menyerahkan diri kepada pihak berwajib dan mengatakan kepada seluruh masyarakat Lewoingu bersedia menanggung segala hukuman atas perbuatan saudara. Di samping itu dengan jantang pula menyampaikan bahwa setelah selesai menjalankan hukuman,tidak akan kembali lagi ke Lewoingu. Biarlah hidup di daerah lain, dan berbuatlah kebaikan sebagai balas atas perbuatan kita di masa lalu. Di waktu-waktu mendatang saudara akan menjadi orang yang hebat.Bukan saja mencari makan di kampung kita, kampung kita telah membekali kita sikap kejujuran, kita bekarya di tempat lain juga untuk lewotana.
Kami mohon kepada semua pihak terutama, saudara-saudaraku di Lewoingu jangan menanggapi tulisan ini berlebihan, ini hanya merupakan seruan moral saja, karena situasi lewotana yang kacau balau dibiarkan terus, kapan kita memikirkan untuk membangun Lewoingu? Kepada saudaraku Ata Maran yang berada di mana saja, saya mohon maaf, tidak membela kepada kades Lewoingu, silakan membaca dengan kepala dingin, begitu toh mamung goeng, go hehuli mio hala.